PosRakyat – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan layanan dan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) yang responsif gender diperlukan untuk menerapkan prinsip kesetaraan dan keadilan khususnya perempuan memiliki kerentanan lebih tinggi.
Dalam acara peluncuran panduan layanan dan pelindungan PMI responsif gender, Menaker Ida mengatakan meski PMI, secara khusus perempuan, berkontribusi positif untuk pembangunan sosial dan ekonomi tapi mereka masih rentan mengalami eksploitasi, pelecehan serta pelanggaran hak ketenagakerjaan.
“Kalau kita bicara SOP responsif gender itu tidak berarti juga SOP ini diperuntukkan untuk perempuan. Tidak. Responsif gender itu artinya tidak melihat jenis kelamin laki-laki atau perempuan mereka harus memiliki manfaat akses yang sama,” kata Ida dalam acara yang dipantau virtual dari Jakarta, Rabu.
Ida secara khusus menyoroti kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) perempuan karena mereka memiliki potensi kerentanan yang lebih tinggi.
Hal itu dapat dilihat dari data Crisis Center Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) periode 2017-2019 yang menerima 12.508 kasus pengaduan dengan mayoritas oleh pekerja rumah tangga dan ABK. Posisi pekerja rumah tangga sendiri banyak diisi oleh pekerja migran perempuan.
Pada umumnya permasalahan yang diadukan terkait kasus pelanggaran hak asasi manusia, eksploitasi kerja seperti gaji tidak dibayar, pelecehan, kekerasan dan tindak pidana perdagangan orang.