Diprediksi Jadi Kuburan Partai Baru, Siapa Bakal Tergusur di Pileg 2019?

oleh -
oleh

Jakarta, Posrakyat.com –Ada 16 partai politik yang akan berlaga dalam Pemilu Legislatif 2019.  Mayoritas wajah lama, hanya ada empat parpol yang terbilang kinyis-kinyis, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Berkarya dan Partai Garuda.

PSI adalah partai besutan mantan presenter dan jurnalis Grace Natalie. Targetnya kaum milenial. Sejumlah pesohor pun bergabung di dalamnya, misalnya Giring Nidji dan juara dunia bulutangkis Haryanto Arbi. Gaya kampanye mereka relatif segar, khas anak muda.

Sementara, Partai Berkarya didirikan Hutomo Mandala Putra atau yang lebih dikenal dengan nama Tommy Soeharto. Parpol ini didukung penuh keluarga Cendana. Nostalgia era Orde Baru jadi jualan mereka di Pemilu 2019.

Ada juga Perindo, partai yang didirikan pengusaha Hary Tanoesodibjo yang adalah bos media di Indonesia. Pengembangan usaha kecil dan menengah jadi bahan kampanyenya.

Terakhir Partai Garuda, gaung parpol yang diketuai oleh Ahmad Ridha Sabana memang tidak selantang lainnya.

Meski baru, parpol ini punya benang merah dengan Partai Kerakyatan Nasional yang didirikan Harmoko, mantan menteri dan ketua MPR/DPR periode 1997-1999.

Apapun, wajah-wajah populer dan daya pikat parpol baru belum jadi jaminan mereka bisa bertahan dalam kancah politik nasional yang penuh persaingan sekaligus drama.

Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen jadi momok. Jika tak lolos ambang batas, mereka tidak bisa menempatkan kadernya di Senayan. Dapat kursi di DPR jangan-jangan hanya mimpi di siang bolong.

Bahkan, Peneliti Senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby wanti-wanti, Pileg 2019 bisa jadi kuburan bagi partai politik baru yang masih seumur jagung.

Adjie menjelaskan, berdasarkan survei terbaru LSI, tidak mudah bagi empat partai baru lolos ke Senayan. Mereka bahkan diprediksi hanya akan memperoleh 0 persen suara. Mengapa bisa begitu?

Adjie menyebut, potensi tak dipilihnya partai baru dalam Pileg 2019 ini karena mereka relatif belum dikenal.

“Tingkat pengenalan di bawah 50 persen, itu penyebab pertama. Kalau nggak dikenal, peluang dipilihnya kecil,” kata Adjie kepada di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Selain itu, kata Adjie, empat partai baru itu belum memiliki gebrakan luar biasa untuk memperoleh perhatian publik. “Apa yang membuat mereka berbeda? Programnya apa? Calegnya yang membuat berbeda apa? Belum kelihatan,” ujar dia.

Faktor lain, kata dia, adalah struktur partai yang kurang mapan. Sehingga kemampuan mereka untuk menyusun strategi dan penetrasi ke pemilih kecil.

Sementara, satu-satunya cara agar mereka mendapat perhatian publik adalah harus membuat gebrakan yang luar biasa.

“Dalam waktu 5 bulan mereka butuh big bang, ada kejutan yang membuat perbedaan dengan partai lama. Apa yang membedakan dari isu, calegnya, sehingga publik ngeh,” kata dia.

Di sisi lain, Adjie sendiri mengapresiasi perjuangan PSI untuk mendapat perhatian publik. Isu dan konten yang dibawa juga bagus. Relatif segar.

“Daya juang mereka cukup bagus, konten mereka bagus. Problemnya, popularitasnya tidak terlalu signifikan, mereka juga ketutup isu dalam pilpres,” kata dia.

Sebenarnya, ujar Adjie, semua partai dirugikan dalam sistem pemilu serentak ini. Sebab partai yang kadernya tak menjadi calon presiden dan wakil presiden seakan ‘tak terlihat’.

Dukungan partai-partai baru pada salah satu pasangan calon juga tak mempan. PSI dan Perindo terang-terangan mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin. Berkarya merapat ke Prabowo. Hanya Garuda yang tidak menentukan dukungan.

Meski demikian, menurut Adjie, mereka tak dapat efek ‘ekor jas’. “Efeknya belum ada. coattail effect hanya untuk PDIP dan Gerindra,” ucap Adjie.

Dan, tak hanya partai baru saja yang akan tergerus dalam Pileg 2019 ini. Partai lama pun banyak yang terancam tak lolos.

“Partai lama seperti PKPI, PBB, partai lain, walaupun di atas 4 persen belum pasti lolos. Tapi mereka relatif dikenal,” kata dia.

Optimisme Partai Anyar
Untuk lolos dari ambang batas parlemen 4 persen bukan hal mudah. Namun, sejumlah partai-partai baru tak rela jika eksistensi mereka disebut terhenti di Pileg 2019.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Raja Juli Antoni berpendapat, anggapan yang menyebut Pileg 2019 sebagai kuburan partai baru, terburu-buru.

Sebaliknya, ia mengaku optimistis, Pemilu 2019 menjadi ajang bagi partainya untuk membuktikan bahwa anak muda mampu membawa perubahan.

“Kami percaya bahwa ada segmen anak muda yang akan memberikan kepercayaan kepada kami untuk diberi amanah, kami akan perbaiki citra DPR, dan partai politik yang selama ini imejnya terpuruk,” ucap pria yang biasa disapa Toni.

Menurut Toni, optimisme terhadap partai baru juga muncul dari Presiden Jokowi. Calon presiden petahana itu yakin, PSI, sebagai partai anyar mampu menjadi pembeda dibanding para seniornya yang lebih dulu ada.

“Pak Jokowi mengatakan (PSI) ‘unicorn’ politik Indonesia. Ini apresiasi dari Pak Presiden yang sudah makan asam garam di dunia politik. Dia tentu tidak bicara tanpa data dan pesan politik,” kata dia.

Dia pun yakin, angka 4 persen yang menjadi ambang batas parlemen tidak akan menjadi penghalang bagi partainya untuk terus bekerja meraih suara besar di Pileg 2019.

“Kami generasi optimis. Jadi saya kira itu adalah kesimpulan yang terlalu terburu-buru, mengatakan bahwa 2019 adalah kuburan partai baru,” kata dia.

Sementara itu, Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq mengakui, ambang batas 4 persen untuk lolos ke Senayan cukup berat. Namun partainya tetap memasang target besar di Pileg 2019.

“Perindo masuk ke Senayan menjadi bagian dari sebuah keharusan. Perindo harus mampu meraih suara double digit. Ini adalah keharusan mutlak yang harus diperjuangkan dan dimenangkan,” ucap Rofiq yang dikutip Liputan6.com.

Untuk mewujudkan itu, Rofiq mengatakan, partainya telah memetakan kekuatan dapil dan berkonsentrasi penuh terhadap basis dukungan yang selama ini telah dibina secara khusus.

“Para caleg di setiap dapil telah diberikan guidance pemenangan secara khusus dalam bentuk program program yang langsung dirasakan masyarakat. Pada prinsipnya, Perindo lebih penekankan pada aspek pengabdian daripada sekedar janji,” kata dia.