Tentang pengkultusan terhadap K.H. Hasyim Asy’ari, Habib Sadig berpendapat bahwa tidak mungkin K.H. Hasyim Asy’ari memerintahkan pengikut NU untuk melakukan hal tersebut.
“Kalau saat ini ada yang terkesan mengkultuskan K.H. Hasyim Asy’ari, selama itu tidak termasuk dalam kategori musyrik, tidak ada yang perlu di besar-besarkan. Semua ulama mempunyai pengikut yang mengekspresikan rasa cintanya dengan cara mereka masing-masing,” ungkap Habib Sadig.
Pada kesempatan yang sama, ia juga membantah tudingan bahwa sejarah NU telah dibuat seolah-olah terpusat pada profil K.H. Hasyim Asy’ari.
“Itu tidak betul. Saya tidak pernah melihat ada upaya dari masyarakat NU atau Nahdliyyin tertentu untuk hanya menonjolkan peran K.H. Hasyim Asy’ari. Semua organisasi Islam di Indonesia, mulai dari Muhammadiyah, NU, Alkhairaat, Persis, DDI, dan Nahdlatul Wathan, semua memiliki tokoh sentral. Lumrah saja. Tetapi ini tidak berarti bahwa ruang penulisan sejarah yang menghadirkan peran-peran tokoh lainnya dengan sengaja dihalangi. Saya kira tudingan Faizal yang demikian sangat tidak tepat,” tegasnya.
Terhadap pernyataan-pernyataan Faizal tentang NU, Habib Sadig menilai sebaiknya Faizal mengedepankan akhlak di ruang publik.
“Kita tidak perlu berdebat dengan data yang terbatas, yang hanya mengandalkan satu sumber bacaan, apalagi sampai menantang mubahalah. Itu bukan ciri pengikut Ahlus Sunnah wal Jama’ah,” pungkasnya.***