PT Citra Palu Mineral Dalam Sorotan, Sulteng Menggugat Bertindak

oleh -
oleh
Kemeja hitam, Eko Arianto bersama Ruli Haju, Kemeja Putih. (Foto : ZF/ Posrakyat.com)

PALU, Posrakyat.com – Sebuah organisasi masyarakat, Sulteng Menggugat, melakukan konferensi pers pada hari Jum’at (17/01/2020) terkait dugaan penyimpangan yang di lakukan PT Citra Palu Mineral. Konferensi pers ini di wakili oleh Koordinator Umum Front Sulteng Menggugat, Rully Haju, dan Koordinator Presidium Front Sulteng Menggugat, Eko Arianto.

PT CPM adalah anak perusahaan dari PT Bumi Resources Mineral Tbk (Group Bakrie) yang mengelola emas dan molibdenum. PT CPM memiliki tanggung jawab atas pertambangan emas di Poboya, Kota Palu, Sulawesi Tengah. PT CPM juga telah melakukan pembangunan konstruksi sebelum melakukan izin poduksi dengan mengantongi surat izin produksi melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (Kepmen ESDM) Nomor 422.K/30.DJB/2017 sejak November 2017. Melalui surat izin produksi tersebut, tercatat bahwa akhir dari masa konstruksi tersebut adalah 28 Januari 2020 dengan masa konstruksi 3 tahun dan periode produksi 30 tahun.

PT CPM juga telah menjanjikan nilai uji produksi sebesar 100 ribu ton biji emas di kuartal IV tahun 2019. Setelahnya, pihaknya menjanjikan tambahan sebesar 80 persen di tahun berikutnya, yaitu sebesar 180 ribu ton biji emas.

PT CPM memikiki konsesi pertambangan seluas 85.180 hektar, dengan total  cadangan biji emas yang dihasilkan diperkirakan mencapai 3,9 juta ton biji emas. Wilayah konsesi pertambangan ini meliputi blok IV Anggasan, blok V Moutong, blok VI Roto, blok I Poboya, blok II Winehi.

Koordinator Presidium, Eko Arianto, melalui konferensi pers tersebut mengatakan bahwa meskipun masa pembangunan konstruksi PT CPM akan berakhir pada 28 Januari nanti, namun kapasitas profesionalitas PT CPM dalam mengelola pertambangan emas masih sangat diragukan merujuk pada fakta lapangan yang ada.

“Meskipun masa pembangunan kontruksi yang diberikan pemerintah kepada pihak PT Citra Palu Mineral sudah akan berakhir, akan tetapi fakta lapangan menunjukan, kapasitas profesional PT CPM mengelola emas masih diragukan.” Ungkap Eko.

Eko menyebutkan beberapa permasalahan yang belum jelas, salah satunya adalah hak-hak perdata dan tradisional warga sekitar tambang yang meliputi Poboya, Kawatuna, Ngata Baru, dan Raranggonau.

Ia juga menambahkan masalah penggunaan air oleh PT CPM dalam masa pembangunan konstruksi tersebut.

“Izin pemanfaatan air dalam dan permukaan perlu dipertimbangkan dengan matang oleh pemerintah karena Kota Palu merupakan daerah yang punya masalah dengan kebutuhan air,” jelas Eko, yang didampingi Koordinator Umum, Ruly Haju.

Sebelumnya, di tahun 2018, berbagai aliansi peduli lingkungan dan masyrakat melakukan aksi demontrasi terkait penggunaan air tersebut. Sebut saja Jaringan Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), dan beberapa elemen kemasyarakatan lainnya yang menyebut diri mereka sebagai Aliansi Save Teluk Palu.

Salah satu gugatan mereka adalah penggunaan air sungai Pondo di Kelurahan Poboya. Hal ini dikarenakan air sungai Pondo merupakan sumber air terbesar bagi masyarakat sekitar.

Selanjutnya, Eko juga menyebutkan pemberdayaan pengusaha lokal juga belum nampak sebagai kolaborasi dari multi player effect kehadiran tambang PT Citra Palu Mineral.

Berdasarkan permasalahan tersebut, Front Sulteng Menggugat, bersama rakyat, mendesak pemerintah melakukan langkah langkah yang disarankan. Hal ini mengingat 28 Januari nanti, sebagai akhir dari masa konstruksi, dapat menjadi momentum yang tepat untuk melakukan re evaluasi pertambangan.

Ia mendesak pemerintah melakukan segera mengusulkan divestasi saham daerah dalam kegiatan penambangan PT Citra Palu Mineral.