Posrakyat.com, Jakarta – Lembaga pegiat lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) kalah dalam gugatan dilayangkan terhadap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Walhi menggugat keputusan Kementerian ESDM soal Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi Kontrak Karya PT. Citra Palu Minerals (PT. CPM) di wilayah Poboya, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Ketua Hakim Bagus Darmawan menyatakan sengketa digugat Walhi bukan kewenangan PTUN. Alhasil, Kementerian ESDM dimenangkan dalam gugatan ini.
“Mengadili dalam eksepsi menerima eksepsi dari tergugat 1 dan tergugat 2 intervensi tentang kewenangan absolut pengadilan. Dalam pokok perkara 1 menyatakan gugatan penggugat tidak diterima. Dua, menghukum penggugat membayar perkara dalam objek sengketa ini sejumlah Rp364.500,” demikian Ketua Hakim membaca putusan sidang yang digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Anggota Majelis Hakim Umar Dani menyatakan berdasarkan pasal 169 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009, pilihan hukum diambil oleh Kementerian ESDM dalam menyampaikan obyek sengketa berdasarkan kontrak kerja dapat dibenarkan. Sehingga menurut dia, Kementerian ESDM harus tunduk pada hukum kontrak atau perdata, dan jika ada perselisihan di antara kedua belah pihak harus diselesaikan menurut klausul dalam kontrak kerja itu.
Sedangkan pihak ketiga yang dirugikan atas pelaksaan kontrak dapat melaksanakan upaya hukum secara perdata sesuai permasalahan yang dihadapinya menurut peraturan perundangan yang berlaku.
Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi, Khalisah Khalid, mengaku kecewa dengan hasil putusan itu. Dia juga menyatakan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Hal itu karena masalah substansial dalam gugatan mereka masih tak tersentuh hanya karena alasan formil.
“Majelis hakim gagal memahami substansi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009, sehingga dia menganggap ini adalah perkara perdata yang tidak bisa diadili di PTUN Jakarta,” kata Khalisa.
Sementara itu kuasa hukum Walhi Judianto Simanjutak menyatakan keputusan dari majelis hakim PTUN Jakarta keliru. Sebab menurut dia, seharusnya perkara ini sudah menjadi kewenangan PTUN bersangkutan dan harus dilihat substansi permasalahannya.
“Kenapa seperti itu? Karena dengan berlakunya UU Nomor 4/2019 tentang Minerba (mineral dan batubara) sebenarnya sudah merupakan rezim perizinan,” imbuhnya.