Menurut dia, ada banyak cara yang bisa dilakukan mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya seperti dengan mimbar akademi dan melakukan dialog dengan banyak pihak. “Oleh karena itu alternatif penyampaian pendapat untuk mencari penyelesaian dari masalah tetap harus dipertimbangkan sebagai jalur-jalur yang bisa ditempuh selain melakukan demonstrasi. Ada baiknya mempertimbangkan saluran lain untuk kita mencegah penyebaran COVID-19,” jelasnya.
Sekadar diketahui, data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan sebanyak 123 mahasiswa dinyatakan positif COVID-19 setelah ujuk rasa menolak UU Omnibus Law, beberapa waktu lalu. Hal itu mencerminkan risiko tinggi penularan COVID-19 saat ujuk rasa.
“Karena di saat kita berkumpul dalam kondisi berdekatan, potensi penyebaran akan ada. Ini yang harus kita pikirkan bersama tanpa mengurangi rasa hormat kepada pendapat-pendapat dari teman-teman,” tuturnya.
Sehingga, mahasiswa dinilai lebih baik melakukan dialog-dialog saja meminta kepada pemerintah membuka ruang komunikasi terkait UU Ciptaker itu. Dia menilai penolakan UU Ciptaker itu terjadi karena tersumbatnya saluran komunikasi, sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi secara utuh.
”Karena itu kita harus perbaiki dengan dialog seluas-luasnya. Apa yang menjadi masalah, ada salah pemahaman bisa diselesaikan dengan dialog,” pungkasnya.**