Oleh: Halim HD. – Networker Kebudayaan
Ketika Dewan Kesenian Sulawesi Tengah (DKST) mengalami kebuntuan, dan memasuki masa demisioner, Dewan Kesenian Palu (DKP) sekitar sebulan yang lalu melakukan pemilihan ketua yang akan menjadi formatur dan menyusun struktur kepengurusan yang baru. Sesungguhnya jika kita melihat latar belakang lembaga kesenian ini, tak banyak yang bisa kita catat sebagai bukti dari kerja lembaga yang mewadahi kaum seniman di kota Palu. Mirip dengan DKST. Tapi, melakukan suatu langkah dengan pemilihan ketua dan terpilih Ani Tambero yang belasan tahun yang lalu dikenal sebagai aktivis LSM dan aktivis kaum perempuan yang bergiat di dalam masyarakat serta dunia kesenian, ditambah lagi sebagai posisi perempuan, rasanya patut dicatat, ketimbang DKST yang selama belasan tahun dikangkangi oleh rezim yang tak produktif.
Berkaitan dengan posisi-fungsi DKP dan kini memiliki kepengurusan yang baru, saya ingin melontarkan beberapa gagasan. Gagasan itu memiliki konteks dengan perubahan zaman yang sanga perlu untuk dipahami oleh mereka yang mengelola lembaga kesenian. Pertama, DKP sebaiknya memiliki struktur para pengurus yang ramping, tidak terlalu banyak pengurus. Pilihlah orang-orang yang memang bisa bekerja dengan cara terbuka, memiliki kapasitas dialog dan peka terhadap gagasan dari luar lembaga. Kedua, kepengurusan yang ramping itu harus pula disertai oleh manajemen yang didukung kesadaran kepada mekanisme kerja bahwa tanggungjawab DKP sebenarnya kepada warga dan masyarakat, khususnya kepada kaum seniman. Dalam konteks inilah DKP membutuhkan kesigapan untuk memahami berbagai lontaran gagasan dari luar tanpa harus ditangani. Sikap dan cara berpikir menjemput bola dari lingkungan masyarakat sebagai upaya untuk lebih memahami. Ketiga berkaitan dengan poin kedua itu, sebaiknya DKP secara formal dan informal melakukan sejenis riset dan pelacakan kepada soal-soal yang mendasar.
Rangkuman berbagai masalah yang diserap dari masyarakat dan kaum seniman bisa juga diselenggarakan melalui dialog, sarasehan secara informal yang diadakan secara rutin, dan secara bergiliran melalui komite-komite. Bahkan jika perlu, sejak awal, ketika ketua dan formatur terpilih ini ingin menyusun struktur kepengurusan, bisa juga mengundang berbagai kalangan, dan meminta masukan serta menawarkan kepada kaum seniman dan pekerja seni, siapa kiranya yang sanggup untuk ikut terlibat dan membantu. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan pula suatu komitmen dari mereka yang sanggup terlibat, bahwa posisi-fungsi DKP adalah melayani kaum seniman. Jadi mereka yang terpilih sebagai pengurus, mesti memiliki komitmen dan bukan sekedar namanya tercantum di dalam kepengurusan DKP.