Dugaan Penyimpangan, Aparat Hukum Diminta Usut Proyek Rehab Rekon di BP2W Sulteng 

oleh -
oleh
Salah satu bangunan sekolah pada proyek BP2W Sulteng. Foto: Ist

PosRakyat – Dugaan adanya  pelanggaran hukum di proyek rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab rekon) infrastruktur pendidikan yang digagas oleh Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BP2W) Sulawesi Tengah dua tahun yang lalu.

Proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) oleh beberapa pihak kuat dugaan dikerjakan dengan cara asal-asalan. Selain itu, ada indikasi jika kegiatan senilai puluhan miliar rupiah itu berpotensi terjadinya pemborosan anggaran di tubuh instansi vertikal Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut.

Diungkap Mahfud yang merupakan salah seorang subkon proyek tersebut mengatakan bahwa, dugaan kekacauan di proyek senilai Rp 37,41 miliar ini bisa menuntun Aparat Penegak Hukum (APH) untuk membongkar sederet penyimpangan yang berpotensi bisa menyeret sejumlah orang.

“Proyek ini mestinya ditanggapi serius oleh APH, sebab ada indikasi masalah besar,” katanya.

Sementara, sebagai subkon di proyek itu, Mahfud mengaku memegang sejumlah data laporan terperinci mengenai seluk beluk 19 unit sekolah yang direncanakan dibangun itu.

Mahfud beserta subkon lainya tak segan mengungkap sejumlah dugaan kebobrokan dan borok di proyek yang digarap oleh PT. Sentra Multikarya Infrastruktur (SMI) ini.

“Siapa yang membantah. Tidak ada salah itu, saya berani buktikan dan saya berani tantang bahwa itu betul, dananya sudah dicairkan 100 persen,” ungkap Mahfud kepada awak media, Senin.

Sepengetahuan dia ketika berhenti kerja, yang tertinggal hanya jaminan pekerjaan saja yang dananya tersisa.

Menurutnya, bisa dibayangkan betapa carut marutnya perjalanan proyek yang didanai dari pinjaman Bank Dunia melalui program Contigency Emergency Response Project (NSUP) dan kegiatan Central Sulawesi Rehabilitation and Recontrion Project (CERC).

Ia berharap sudah sepatutnya institusi yang berwenang bergegas turun tangan melakukan audit total di proyek yang sudah mengeruk kas negara.

Di mana sejak awal perencanaannya terkesan berantakan. Alih-alih dengan anggaran yang digelontorkan untuk mendapatkan bangunan gedung baru, justru program ini terbukti bermasalah di sejumlah wilayah dan terkesan proyek tersebut dipaksakan untuk di Provisional Hand Over (PHO).

“Itu sekolah sudah dikurangi 1 unit, yaitu SD Insan Gemilang, dan banyak item dihilangkan tapi anggaranya bukan turun malah dari kontrak awal jadi Rp 43 miliar,” katanya.

Selain itu, hal yang paling fatal kata dia, uang pembayaran penyelesaian bukan mengalir ke vendor lagi tapi ke rekening orang lain. Ia pun  mengaku punya bukti tersebut.

Ia menyebutkan bahwa sejumlah kerumitan pada proyek yang sudah diadendum sebanyak empat kali itu.

Dia ikhlas, setelah buntut pelaporan dirinya ke Polisi oleh rekanya selaku pemodal dengan tuduhan penggelapan, buntut belum terbayarnya hasil pekerjaannya di 16 sekolah oleh PT SMI sebanyak Rp700 juta.

“Padahal pak Rachman Tinri sudah janji ke saya membantu untuk menagihkan dan dibuatkan surat. Faktanya saya mereka jadikan musuh,” beber Mahfud.