PosRakyat.com – Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan gelombang kedua penularan (Covid-19) di Indonesia sulit diprediksi. Menurut dia, keterbatasan data yang disajikan pemerintah membuat prediksi puncak penularan yang menjadi patokan untuk mengukur gelombang kedua penularan beragam dan tidak dapat dipastikan.
“Indonesia masih belum gelombang kedua. Pemodelan saat ini, puncaknya pun terus terang, pemodelan yang kami lihat dan lakukan untuk Indonesia terbatas sekali kesempurnaanya karena terbatasnya data,” ujar Dicky, dikutip CNNIndonesia.com, Rabu (23/4).
Dicky menuturkan data yang lengkap adalah syarat untuk membuat pemodelan sebuah epidemi. Salah satu data yang saat ini tidak lengkap, kata dia, adalah data tes dari pemerintah. Dia menilai data tes dari pemerintah yang tidak proporsional mempengaruhi akurasi pemodelan Covid-19.
Dicky menuturkan penularan Covid-19 di Indonesia belum mencapai puncaknya. Saat ini, dia mengatakan posisi penularan Covid-19 di Indonesia masih pada fase kurva menanjak. Sedangkan gelombang kedua, kata dia, terjadi ketika satu wilayah mencapai puncak penularan pertama.
“Ketika dia telah mencapai puncak kemudian ada pelandaian. Kemudian ada peningkatan, di situlah disebut sebagai gelombang kedua,” ujarnya.
Hasil pemodelan dari data yang seadanya, Dicky mengatakan puncak epidemi di DKI Jakarta dan Jawa Barat yang merupakan kawasan paling banyak ditemukan kasus paling cepat akan terjadi pada awal atau pertengahan Mei 2020. Sedangkan daerah lain, dia mengatakan tergantung dari sejak kapan kasus ditemukan.
“Sehingga akan tidak aneh bisa puncak di Jawa, khususnya di Jakarta dan Jabar akan duluan dari Jawa Tengah atau Bali. Bahkan dengan Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera,” ujar Dicky.
“Jadi ini akan terjadi beberapa variasi waktu tercapainya puncak untuk setiap wilayah,” ujarnya.