Ilmuwan Dunia Bahas Penyebab Tsunami Palu

oleh -
oleh
Pascabencana tsunami pada 28 September 2018. Pesisir pantai Talise tampak sebagian daratan amblas. Hasil awal investigasi dilaporkan pada pertemuan tahunan terbesar ilmuwan Bumi dan luar angkasa. [Foto: Zul]

Palu, Posrakyat.com – Para ilmuwan semakin dekat memahami tsunami yang melanda Palu, Sulawesi Tengah, pada 28 September lalu. Tsunami dahsyat langsung menghantam daratan pasca gempa 7,8 skala Richter mengguncang wilayah itu. Namun para peneliti saat itu mengaku terkejut dengan ukuran Tsunami tersebut.

Sekarang, penelitian terhadap teluk di depan Kota Palu itu menunjukkan penurunan signifikan dari dasar laut. Hal ini kemungkinan berkontribusi pada bencana tsunami yang tiba-tiba menghantam daratan.

Lebih dari 2.000 orang kehilangan nyawa dalam bencana tersebut. Hasil awal berbagai investigasi dilaporkan pada Fall Meeting of the American Geophysical Union – pertemuan tahunan terbesar ilmuwan Bumi dan luar angkasa.

Gempa bumi di Palu terjadi akibat apa yang disebut sebagai strike-slip, di mana tanah di satu sisi pecah bergerak secara horizontal melewati tanah di sisi lain. Peristiwa ini bukan konfigurasi yang biasanya terkait dengan tsunami yang sangat besar.

Namun demikian, inilah yang terjadi pada sore hari tanggal 28 September lalu. Dua gelombang besar, di mana yang kedua adalah yang terbesar dan merasuk ke daratan hingga 400m.

Udrekh al Hanif, dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Indonesia (BPPT) di Jakarta, mengatakan pada pertemuan itu bahwa sumber tsunami harus sangat dekat dengan kota karena interval pendek antara awal gempa dan datangnya air yang tinggi kurang dari tiga menit.

Dia dan rekan-rekannya mencari jawaban dalam peta (batimetri) kedalaman panjang, saluran masuk sempit yang mengarah ke Palu di kepalanya. Timnya masih bekerja berdasarkan hasil, tetapi data menunjukkan dasar laut di sebagian besar teluk turun setelah gempa.

“Ini, dikombinasikan dengan gerakan tajam dari kerak ke arah utara, pasti bisa menghasilkan tsunami,” kata ilmuwan Indonesia seperti dikutip dari BBC, Selasa (11/12/2018).

“Ketika kita saling mencocokkan data batimetrik dari sebelum dan sesudahnya, kita dapat melihat bahwa hampir semua area dasar laut di dalam teluk surut. Dan dari data ini, kita juga dapat mengamati (gerakan) di utara. Jadi, sebenarnya, kami memiliki perpindahan vertikal dan horizontal,” jelas Udrekh Al Hanif.

Apakah perilaku ini cukup untuk menjelaskan ukuran tsunami masih terbuka untuk dipertanyakan. Ada bukti beberapa tanah longsor di bawah tanah dalam data tersebut. Ini juga bisa menjadi faktor.

Kemungkinan lain adalah dorongan ke atas dari dasar laut di suatu zona agak jauh dari Palu di mana patahan strike-slip terbagi menjadi jalur yang menyimpang. Gerakan pada kedua lintasan pada saat yang sama mungkin telah memampatkan kerak di antara keduanya.